AdvertisementAdvertisement

Meneladani Nabi Menggapai Keberkahan Pagi Melalui Shalat Isyraq

Content Partner

RANGKAIAN amalan yang memiliki keutamaan di pagi hari berikutnya adalah shalat isyraq. Sebelumnya, di awali shalat tahajjud, istighfar di waktu sahur, shalat sunnah sebelum shubuh. Lalu, shalat shubuh berjamaah di masjid, membaca al-Qur’an, wirid pagi, shadaqah shubuh kemudian disempurnakan dengan shalat isyraq’.

Memang sekilas berat dan harus lama duduk di masjid, tapi kalau sudah mencoba beberapa kali secara konsisten menjadi ringan bahkan berubah menjadi berat untuk meninggalkannya. Awalnya berat karena banyak godaan dan alasan, setelah shalat shubuh berjamaah di masjid.

Jika mengikuti nafsu, maunya kita melanjutkan mimpi dengan tidur pagi. Padahal secara dampak sebagaimana temuan para ahli, tidur pagi adalah waktu yang berbahaya bagi kesehatan, secara syariat juga termasuk yang dimakruhkan. Sekilas nikmat dan bisa menjadi kecanduan tidur pagi, namun dampak negatif tidak sederhana bagi kesehatan jasmani dan ruhani.

Tidur adalah salah satu kenikmatan yang besar, banyak manfaat dari tidur untuk mensegarkan tubuh. Tidur sebagai kebutuhan tubuh, jika tidak bisa tidur atau kesulitan tidur maka akan tersiksa dan mengundang penyakit lain.

Meski demikian tidur ada waktunya tersendiri untuk istirahat. Ada beberapa waktu yang dilarang untuk tidur, yaitu setelah shalat shubuh dan setelah shalat Ashar.

Mengenai mudharat tidur pagi, ulama dan pemikir Syaikh Muhammad bin Abi Bakar bin Ayyub bin Sa’d al-Zar’i al-Dimashqi, atau lebih dikenal dengan nama Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, mengatakan:

وَمِنَ المكْرُوْهِ عِنْدَهُمْ : النَّوْمُ بَيْنَ صَلاَةِ الصُّبْحِ وَطُلُوْعِ الشَّمْسِ فَإِنَّهُ وَقْتٌ غَنِيْمَةٌ

“Di antara hal yang makruh menurut para ulama adalah tidur setelah shalat Shubuh hingga matahari terbit karena waktu tersebut adalah waktu memanen ghonimah (waktu meraih kebaikan yang banyak)” (Madarijus Salikin, 1: 369)

Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menekankan keutamaannya dengan mendoakan waktu pagi sebagai waktu yang penuh keberkahan.

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا

“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi dengan sanad hasan)

Dari hadits ini sudah jelas bahwa hendaknya kita tidak kembali melanjutkan mimpi tidur di malam hari dengan tidur pagi. Bersiaplah menyambut hari yang Allah janjikan keberkahan di dalamnya. Secara hukum fiqih memang bukan haram, tapi bisa tergolong makruh karena merugikan dirinya sendiri.

Ibnu Qayyim Al Jauziyyah mengatakan “Banyak tidur dapat mengakibatkan lalai dan malas-malasan. Banyak tidur ada yang termasuk dilarang dan ada pula yang dapat menimbulkan bahaya bagi badan. Tidur pagi juga Menyebabkan berbagai penyakit badan, di antaranya adalah melemahkan syahwat.” (Zaadul Ma’ad, 4/222)

Beliau juga mengibaratkan bahwa pagi harinya seseorang itu diibaratkan seperti masa mudanya dan akhir hari seseorang itu diibaratkan seperti masa tuanya. Jika di masa muda, bermalasan-malasan, itu akan mempengaruhi masa tua.

Apalagi, tidur setelah shalat shubuh akan membuat badan lemas, tak bergairah, malas untuk melakukan hal-hal bermanfaat serta menyebabkan terbuangnya waktu di hari itu.

Hal yang pasti dari tidur pagi adalah menjauhkan dari umat yang didoakan oleh Rasulullah setiap pagi untuk mendapatkan berkah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang dikemukakan sebelumnya.

Sebagian setelah shalat shubuh, ingin baring-baring bersama istri dan itu bagian dari waktu yang nikmat bersama pasangan. Sebagian ada yang buru-buru untuk berangkat kerja pagi-pagi karena jam kerjanya yang masuk pagi atau tempat kerjanya jauh sehingga menuntut berangkat lebih awal. Artinya banyak pilihan dan alasan untuk cepat keluar dari masjid setelah shalat shubuh berjamaah.

Namun ada sunnah shalat isyraq yang dituntunkan dan diteladankan oleh Rasulullah. Shalat sunnah hanya dua rakat, tapi waktunya harus menunggu di masjid setelah shalat shubuh berjamah.

Hadist dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ ». قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

“Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Meskipun ada sebagian ulama yang memperdebatkan pahala dari shalat isyraq ini yang terlalu besar sebagai shalat sunnah. Namun tidak ada yang mempertanyakan bahwa shalat isyraq adalah bagian rangkaian ibadah sunnah yang dilakukan Rasulullah di waktu pagi setelah shalat shubuh berjamaah di masjid.

Motivasi mengikuti dan meneladani sunnah Rasulullah menjadi hal yang terpenting, tentang apapun pahala atau imbalannya menjadi bonus terbaik atas kecintaan kepada Rasulullah. Fokusnya pada meneladani, bukan kepada pahalanya maka Allah akan memberikan yang terbaik.

Dalam hadist di atas, juga harus dipahami bahwa shalat Isyraq adalah satu rangkaian dari shalat shubuh berjamaah di masjid. Artinya syarat pertama untuk shalat Isyraq adalah dimulai dengan shalat shubuh berjamaah di masjid bukan shalat shubuh sendirian, atau berjamaah tapi hanya bersama istri di rumah saja.

Selanjutnya syarat kedua shalat shubuh Isyraq, dalam hadist di atas adalah dzikir. Banyak amalan dzikir yang bisa dilakukan untuk menunggu waktu antara shalat shubuh dan shalat Isyraq, yaitu dzikir itu sendiri, bertasbih, beristighfar, bershalawat, membaca wirid pagi, berdoa, membaca, menghafal atau murajaah al-Qur’an, ikut kajian atau halaqah. Banyak pilihan dan amalan yang bisa dilakukan untuk menunggu waktu Isyraq.

Ada dua pilihan hidup di pagi hari setelah shalat shubuh berjamaah di masjid, kembali tidur untuk melanjutkan mimpi atau bangun tidur untuk mewujudkan mimpi. Yaitu memulai dengan ketaatan ibadah sunnah, amal ibadah dan amal sholeh.[]

*) Ust. Dr. Abdul Ghofar Hadi, penulis adalah Wakil Sekretaris Jenderal I Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Final HiFest di Kampus Ar Rohmah IIBS Uji Kemampuan Santri di Bidang Diniyah, Bahasa dan Sains

MALANG (Hidayatullah.or.id) -- Kampus Ar Rohmah International Islamic Boarding School (IIBS) Malang, Jawa Timur, menjadi saksi kemeriahan final HiFest...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img