DALAM perjalanan diplomatiknya selama menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia dari tahun 2014 hingga 2024, Dra. Retno Lestari Priansari Marsudi, LL.M telah meninggalkan warisan yang sangat berharga bagi Indonesia, terutama dalam posisinya sebagai Menteri Luar Negeri perempuan pertama di Indonesia.
Warisan Retno tidak hanya terbatas pada pencapaiannya dalam dunia diplomatik yang telah ditekuninya puluhan tahun, tetapi juga pada keberanian, konsistensi, dan kepemimpinannya dalam memperjuangkan isu-isu keadilan global, khususnya terkait Palestina.
“Profesi saya cuma satu, sebagai diplomat. Sudah hampir 40 tahun saya berada di rumah ini, maafkan saya, jagalah rumah ini dengan baik. Aku pamit,” kata Retno saat berpamitan kepada jajaran dan staf di Kementerian Luar Negeri di Jakarta, seperti disitat dari laman Instagram resminya, Sabtu (19/10/2024).
Di tengah tantangan diplomasi global yang semakin kompleks, Retno Marsudi tetap berkomitmen pada posisi Indonesia dalam mendukung Palestina, sebuah isu yang telah menjadi salah satu ciri khas kebijakan luar negeri Indonesia sejak masa Presiden Soekarno.
Melanjutkan Warisan
Retno Marsudi telah membawa Indonesia ke dalam panggung diplomasi internasional dengan suara yang tegas dan tegar dalam membela hak-hak Palestina. Dalam berbagai forum internasional, baik di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) maupun pertemuan-pertemuan tingkat tinggi antar negara, Indonesia, di bawah kepemimpinan Retno, terus mendesak dunia untuk secara serius mendukung kedaulatan Palestina.
Konsistensi Indonesia dalam mendukung Palestina telah diakui secara internasional, di mana Indonesia secara lantang mengecam berbagai tindakan yang dinilai melanggar hukum internasional, termasuk kebijakan aneksasi dan pendudukan Israel di wilayah Palestina.
Sebagai diplomat berpengalaman, Retno memprioritaskan langkah-langkah diplomatik yang proaktif. Salah satunya adalah menggalang dukungan dari negara-negara Non-Blok dan anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk memperkuat posisi Palestina dalam forum global.
Dedikasi Retno terhadap isu ini menegaskan kerangka komitmen Indonesia pada keadilan dan penegakan hukum internasional, yang menjadi prinsip utama kebijakan luar negeri Indonesia. Dalam pandangan Retno, perjuangan Palestina bukan hanya masalah regional, tetapi sebuah isu global yang mencerminkan keadilan universal.
Setelah Retno Marsudi, tanggung jawab besar dalam meneruskan warisan diplomatik ini jatuh kepada Sugiono, yang baru-baru ini dilantik sebagai Menteri Luar Negeri baru Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya, Sugiono dibantu oleh tiga wakil menteri yang sangat berpengalaman, yaitu Muhammad Anis Matta, Arrmanatha Christiawan Nasir, dan Arif Havas Oegroseno.
Amanah kepemimpinan di pundak Sugiono ini tentu tidak ringan karena datang pada saat yang kritis dalam politik global, di mana dinamika geopolitik, terutama di Timur Tengah, semakin kompleks.
Konflik di Palestina masih jauh dari penyelesaian, dan tekanan dari berbagai aktor internasional yang terlibat dalam konflik ini semakin memperkeruh keadaan. Peran Sugiono dan para wakilnya akan sangat krusial dalam mempertahankan bahkan memperkuat posisi Indonesia dalam membela Palestina.
Dengan pengalaman Anis Matta yang dikenal sebagai seorang politisi dan mantan Ketua Partai Keadilan Sejahtera (PKS), serta Arrmanatha Nasir yang sebelumnya menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk PBB serta kepiawaian diplomat Arif Havas Oegroseno, kepemimpinan Sugiono diharapkan dapat memberikan dorongan baru dalam diplomasi Indonesia di tingkat internasional.
Mereka diharapkan tidak hanya melanjutkan upaya yang telah dilakukan oleh Retno Marsudi, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu negara yang paling vokal dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
Tantangan dan Komitmen untuk Palestina
Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, komitmen Indonesia terhadap Palestina terus dipertegas. Presiden Prabowo telah berulang kali menyatakan bahwa Indonesia akan terus berada di garis depan dalam membela hak-hak Palestina, baik di forum internasional maupun di tingkat bilateral.
Komitmen ini tidak hanya meneguhkan warisan kebijakan luar negeri yang telah dibangun sejak era Soekarno, tetapi juga upaya untuk memastikan bahwa Indonesia memainkan peran aktif dalam menciptakan perdamaian dunia.
Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, Indonesia memiliki tanggung jawab moral dan historis untuk membela Palestina. Selain itu, dukungan Indonesia terhadap Palestina juga dilatarbelakangi oleh sejarah solidaritas antara kedua negara.
Palestina adalah salah satu negara pertama yang mendukung kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, sebuah fakta yang sering disebut dalam pernyataan resmi pemerintah Indonesia dalam setiap forum internasional yang membahas isu Palestina.
Dukungan Indonesia terhadap Palestina bukanlah hal baru. Sejak masa kepemimpinan Presiden Soekarno, Indonesia telah secara konsisten mendukung kemerdekaan Palestina.
Pada Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955, Soekarno dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia tidak akan pernah mengakui Israel selama Palestina masih belum merdeka. Pernyataan Bung Karno tetap konsisten hingga hari ini.
Pada masa Soeharto, Indonesia tetap konsisten dalam mendukung Palestina, meskipun pendekatan yang digunakan lebih bersifat diplomatik. Namun, prinsip dasar kebijakan luar negeri Indonesia yang mendukung hak-hak Palestina tidak pernah berubah.
Demikian pula ketika di bawah berbagai pemerintahan setelahnya, termasuk Presiden Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Joko Widodo.
Meski demikian, kita harus terus melihat berbagai perkembangan yang ada di mana saat ini tantangan terbesar bagi Indonesia dalam mendukung Palestina adalah dinamika geopolitik global yang semakin rumit. Beberapa tantangan utama yang dihadapi antara lain kekuatan geopolitik global yang terpecah.
Dengan semakin kuatnya pengaruh aktor-aktor internasional seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Cina di Timur Tengah, diplomasi Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk menavigasi hubungan dengan berbagai kekuatan besar tanpa kehilangan fokus pada prinsip dasar dukungan terhadap Palestina.
Tantangan lainnya adalah normalisasi hubungan antara beberapa negara Arab dengan Israel, seperti yang terlihat dalam Perjanjian Abraham, menambah lapisan kerumitan bagi kebijakan luar negeri Indonesia yang tetap mendukung Palestina. Indonesia perlu merumuskan kebijakan yang cerdas untuk tetap mendukung Palestina sambil membina hubungan yang baik dengan negara-negara Arab tersebut.
Tantangan berikutnya yang tak kalah serius adalah gelompang opini publik global. Meskipun ada dukungan internasional yang signifikan untuk Palestina, opini publik global tentang konflik ini masih terpecah. Indonesia harus terus bekerja keras untuk memastikan bahwa suara Palestina tetap didengar di tengah arus berita global yang sering kali didominasi oleh narasi yang mendukung Israel.
Karena itu, dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut, Indonesia perlu merumuskan beberapa strategi yang komprehensif salah satunya melakukan penguatan diplomasi multilateral. Indonesia harus terus memanfaatkan forum-forum multilateral seperti PBB, OKI, dan Gerakan Non-Blok untuk menggalang dukungan internasional bagi Palestina.
Melalui platform diplomasi multilateral ini, Indonesia dapat memperkuat lobi politiknya dan memastikan bahwa isu Palestina tetap menjadi prioritas di tingkat internasional. Disamping itu, Indonesia perlu memastikan pengaruhnya dalam kerjasama dengan Negara-negara Non-Blok dan Muslim.
Sebagai salah satu negara pendiri Gerakan Non-Blok dan anggota terkemuka OKI, Indonesia harus memperkuat kerjasama dengan negara-negara lain yang memiliki pandangan serupa terhadap Palestina. Melalui kerjasama ini, Indonesia dapat meningkatkan pengaruhnya dalam mendesak penyelesaian masalah dan mengembalikan hak hak bangsa Palestina atas tanah airnya.
Selain diplomasi formal, Indonesia juga harus menggalang dukungan dari masyarakat sipil global melalui kampanye-kampanye internasional yang menyoroti penderitaan rakyat Palestina. Diplomasi publik semacam ini dapat meningkatkan kesadaran global dan mengeliminasi dukungan terhadap tindakan-tindakan yang melanggar hukum internasional di Palestina.
Akhir kata, kita berharap Menteri Luar Negeri Indonesia yang baru terus melanjutkan komitmen kuat Indonesia dalam mendukung perjuangan Palestina dan melanjutkan warisan (legacy) menteri sebelumnya yang telah lama menegaskan posisi Indonesia dalam membela hak-hak Palestina di berbagai forum internasional. Bahkan dalam kesempatan pamitannya kepada DPR, Retno menitipkan pesan agar DPR tidak meninggalkan Palestina dan terus mendukung perjuangannya untuk mendapatkan keadilan.
Semoga dengan pergantian Menteri Luar Negeri ini dan di bawah komando Presiden Prabowo sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di republik ini, Indonesia tetap konsisten memperjuangkan hak-hak Palestina di kancah internasional dan memberikan dukungan nyata yang berkelanjutan.[]
*) Adam Sukiman, penulis adalah Internship Researcher Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect) dan Ketua Pengurus Wilayah Pemuda Hidayatullah Daerah Khusus Jakarta