SEMALAM kita menyaksikan perdebatan pamungkas tiga Calon Wakil Presiden Indonesia tahun 2024-2029. Membahas tema Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat dan Desa.
Terlepas, pro kontra, tentang adab Gibran yang disorot warganet usai debat. Ada banyak substansi, gagasan yang bisa di-highlight. Contoh, Muhaimin Iskandar menyebut 10 tahun terakhir jumlah petani gurem naik hampir tiga juta.
Data BPS berbicara ada 16 juta lebih petani yang hanya mengelola tanah setengah hektar. Cemas, tapi fakta realitas lapangan begitu. Pun Mahfud Md, berkelakar food estate gagal.
Bayangkan, pemerintah impor beras sampai tiga juta ton sepanjang 2023, naik berkali lipat dari tahun-tahun sebelumnya, sungguh memilukan.
Diksi wong cilik tak sejalan dengan tindakan dan kebijakan. Tampak jelas, tak ada prestasi di bidang pangan. Tinggal tersisa jargon bersama gimmick gimmick.
Pemilihan umum menyisakan beberapa hari. Ungkapan sejahtera petani, nelayan, lumrah berbunyi jelang pergantian pemerintahan. Tak seperti dulu-dulu semoga cita-cita yang nampak mimpi itu menjadi nyata. Ini masalah keberpihakan.
Islam Kasih Solusi
Islam bermakna rahmatan lil alamin mesti ter-update karena ia merupakan risalah agung yang selalu relevan dengan kebutuhan zaman. Lembaga Amil Zakat Nasional Baitulmaal Hidayatullah (Laznas BMH) membuktikannya.
Di musim wabah Covid-19 merebak, BMH memanfaatkan lahan seluas satu hektar menjalankan program ketahanan pangan. Bertempat di Pebayuran Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Kediri, Merauke juga dilakukan. Semua itu hasil dari manfaat wakaf lahan produktif.
Memang pemahaman mayoritas masyarakat tentang wakaf seolah berkutat pada Masjid, Madrasah, Makam. Dari sanalah lahir istilah 3M. Karena itu, disinilah pentingnya dilakukan pengarusutamaan (mainstreaming) isu wakaf sebagai solusi berbagai masalah kekinian terutama pangan.
Sejatinya, praktik wakaf telah menjadi tradisi Islam. Nabi Muhammad dan para sahabat mewariskan keteladanan dengan konkrit. Zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf) nyaring hanya bulan Ramadan saja. Ada PR besar yang harus bersama diretas. Bagaimana pemahaman Ziswaf dapat dipahami menyeluruh, tentu ditunaikan pula.
Belakangan, kita mengenal wakaf uang. Catatan, Kementrian Keuangan menyatakan lebih dari 180 triliun rupiah potensi yang dimiliki Indonesia dalam setahun. Hanya belum terkelola dengan baik.
Melansir berbagai media, tahun 2022 Badan Wakaf Indonesia (BWI) berhasil mengumpulkan setengah persen dari total potensi yang ada. Kesenjangan antara realita dan potensi.
Sebagai badan amil nasional BMH mengejawantahkan warisan Rasulullah. Berkolaborasi dengan Pengurus Hidayatullah Perwakilan Sumatera Utara, membangun kebun wakaf seluas 42 hektar. Memberdayakan masyarakat setempat di Deli Serdang, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan sekitarnya.
Di masa mendatang, pemerintah bisa merumuskan konsep ini. Tidak mesti sama persis, formulasinya bisa diramu. Mudah dan pasti bermanfaat.
Ketimbang, memberi kewenangan seseorang menguasai ratusan ribu hektar, mending berdayakan petani jelas tidak punya lahan. Di sisi lain, negara perlu memastikan lahan tersebut dikelola dengan baik sesuai dengan peruntukannya.
Alhasil, wakaf memang salah satu fondasi filantropi. Kontribusinya terhadap kepentingan bermasyarakat tidak bisa dipandang remeh. Implementasi lahan wakaf mencerminkan nilai-nilai kesatuan, kepedulian sesama.
Berharap kesejahteraan tidak hanya indah di mulut saja, tapi dapat diaktualisasikan lahir, batin dalam konteks sosial maupun keagamaan.
*) Azim Arrasyid Sofyan, penulis adalah wartawan dan aktif bergiat sebagai kontributor media data insight di Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect)