JIKA seseorang mendapatkan tawaran kerja dengan gaji yang bombastis hingga miliaran rupiah perbulan bahkan perpekan, apakah dia akan bekerja santai dan semaunya saja atau akan bekerja bersungguh sungguh?
Demikian pertanyaan tersebut diajukan Anggota Dewan Pertimbangan (Wantim) Hidayatullah, KH. Abdul Rahman Surabaya, saat memulai wejangannya.
“Tentu saja, dia akan bekerja bersungguh sungguh karena besarnya gaji yang akan dia dapatkan,” sambungnya kemudian.
Abdul Rahman menyampaikan prolognya itu di hadapan ratusan peserta Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Dewan Murabbi (DM) Hidayatullah yang berlangsung di Menara Al Qur’an Hidayatullah Surakarta, Kamis, 09 Rajab 1444 (2/2/2023).
“Maka seorang Murabbi tidak akan terpengaruh pada target-target material, wani piro, sebab ada target yang lebih nikmat dan menggiurkan dimatanya yaitu target iman dan hidayah,” katanya menguraikan.
Ia mengatakan, kalau dengan gaji miliaran rupiah saja kita sudah mau bekerja habis habisan, apatah lagi kalau gaji bulanannya tidak terhitung (unmlimited) tidak terbatas yang hanya bisa diberikan oleh Allah.
“Maka seorang dai, seorang Murabbi, tidak boleh minder dengan pekerjaannya karena gajinya tidak terbatas. Seorang manajer dengan gaji miliaran rupiah perbulan bisa bangga, seorang Murabbi harus lebih percaya diri karena insentifnya dalam bentuk ajrun gairu mamnuun,” lanjutnya
Olehnya itu, terang dia, niat dalam mengurus agama Allah harus benar. Abdul Rahman menukil hadits Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam:
“Sungguh nilai suatu amalan tergantung dari niatnya, jika niat hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya maka nilai hijrahnya juga dinilai untuk Allah dan Rasul-Nya….” (HR. Bukhari Muslim).
Mengapa niat kita harus karena Allah? Abdur Rahman menjelaskan, karena Allah adalah Dzat Yang Maha Kaya (Al Ghaniy), Dia bisa memberi apa dan berapa saja yang Dia inginkan tanpa bisa dibatasi oleh siapapun juga
“Seseorang yang bekerja dan berdakwah karena Allah, dia tidak akan mengharap balasan dari selain Allah sebab dia yakin bahwa berharap balasan pada selain Allah berarti berharap pada makhluk yang kemampuannya lebih rendah dari kemampuan Allah. Secara logika, itu adalah hal yang naif,” jelas alumnus Institut Teknologi Surabaya (ITS) ini.
Lebih jauh, pria 63 tahun ini mengungkapkan, seorang Murabbi meyakini bahwa menjadi sebab hingga orang lain mendapatkan hidayah dan imannya bertambah serta bisa menikmati ibadahnya kepada Allah, terasa jauh lebih nikmat.
“Seorang Murabbi tidak akan merasa sesak, menderita, dan menyesal karena telah memilih jalan agama walau tidak populer dimata kebanyakan orang, walau hidupnya pas-pasan, tidak bergelimang harta, karena visi hidupnya lebih besar dari itu semua,” imbuhnya.
Memungkasi penyampaiannya, perintis Pesantren Hidayatullah Surabaya ini berkata bahwa orang beriman atau seorang Murabbi Selalu yakin dengan janji Allah. Seorang Murabbi, terang dia, akan menjaga ‘izzah (kemuliaan) dirinya dengan janji janji Allah tersebut dan tidak merendahkan dirinya dengan janji janji duniawi. “Dan, inilah karakter utama para Murabbi Hidayatullah,” tandasnya.*/Naspi Arsyad