AdvertisementAdvertisement

Politik Silaturrahim Perekat Keharmonisan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Content Partner

SILATURRAHIM adalah konsep dalam Islam yang merujuk pada upaya menjalin hubungan baik, persahabatan, dan kebersamaan antara individu atau kelompok dalam masyarakat. Artinya tidak terbatas pada interaksi sosial semata, melainkan mencakup ikatan batin yang didasarkan pada rasa kasih sayang, empati, dan sikap saling menghormati.

Silaturrahim mengandung nilai-nilai solidaritas dan kebersamaan, mengajarkan pentingnya menjaga hubungan yang harmonis dengan sesama sebagai bentuk ketaatan kepada ajaran agama.

Dalam konteks lebih luas, silaturrahim juga menjadi fondasi utama dalam membangun masyarakat yang saling mendukung dan berdaya, serta menciptakan lingkungan yang penuh kasih dan perdamaian.

Memasuki tahun politik, sebagaimana yang terjadi saat ini di Indonesia, yang semakin hari semakin hangat, maka terma-terma yang biasanya melekat dalam agama juga dikaitkan dengan politik. Tentu saja dengan berbagai makna dan tafsir serta kepentingan yang mengikutinya.

Kendatipun demikian, dalam perspektif dakwah, hal ini bisa dipahami. Dan dapat dijadikan panduan bagi umat Islam diberbagai kalangan, sebab senyatanya semuanya itu juga tidak bisa lepas dengan strategi dakwah dan fiqh al-waqiā€™.

Selanjutnya silaturrahim, ketika dikaitkan dalam konteks politik, maka bukan sekadar ritual formalitas atau kewajiban semata. Ia adalah jalinan interaksi yang penuh makna antara pemimpin dan masyarakat, menggambarkan keinginan untuk menjaga kedekatan dan kebersamaan dalam sebuah komunitas atau antar komunitas.

Politik silaturrahim membangun fondasi hubungan yang kuat di antara para pemimpin dan warganya, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembangunan dan kesejahteraan bersama.

Silaturrahim politik tidak hanya terbatas pada pertemuan fisik, tetapi juga melibatkan dialog terbuka, saling mendengar, dan respek terhadap perbedaan pendapat. Ini bukanlah sekadar strategi retoris, melainkan penerjemahan nilai-nilai keislaman seperti musyawarah dan mufakat dalam konteks politik.

Dalam konsep ini, pemimpin tidak hanya menjadi pemberi instruksi, tetapi juga pendengar yang bijak dan penelaah yang cermat. Dalam konteks yang lebih luas maka, seringkali silaturrahim politik juga sebagai sarana dalam mendekatkan gagasan, ideologis, serta visi dan misi antar komunitas.

Sedangkan politik silaturrahim mengedepankan semangat ukhuwah, gotong-royong, solidaritas, dan tanggung jawab bersama. Pemimpin yang menjalankan silaturrahim politik secara sungguh-sungguh menciptakan ruang untuk partisipasi aktif warga, merangkul keragaman pandangan, dan meresapi aspirasi rakyat.

Pada tingkat mikro, ini dapat terlihat dalam sapaan hangat, tatap muka langsung, atau kunjungan pemimpin ke berbagai lapisan masyarakat dan saling berkunjung antar komunitas.

Perekat Keharmonisan

Namun sebagaimana dijelaskan di atas, maka politik silaturrahim tidak hanya sekadar tindakan individu, tetapi juga strategi sistemik untuk mencapai kestabilan dan kemajuan.

Mekanisme dialog terbuka, pertemuan publik, dan forum konsultatif menjadi sarana efektif untuk menyalurkan keinginan dan masukan masyarakat kepada pemimpin. Dalam hal ini, silaturrahim politik tidak hanya menjadi sarana untuk mencari dukungan politik, tetapi juga sebagai kanal responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Ketika silaturrahim politik dijalankan secara efektif, ia dapat menjadi perekat keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hubungan yang kuat antara pemimpin dan warga masyarakat menciptakan kepercayaan, yang pada gilirannya memperkuat legitimasi kebijakan dan langkah-langkah pemerintah.

Dalam konteks yang lebih luas, politik silaturrahim juga dapat menjadi solusi untuk mengatasi polarisasi politik, menciptakan lingkungan yang inklusif, dan merajut kembali persatuan dalam keragaman.

Rasulullah sebagai Model

Meskipun istilah “politik silaturrahim” tidak eksplisit ditemukan dalam sumber-sumber Islam klasik, prinsip-prinsip silaturrahim dan interaksi yang baik antara pemimpin dan masyarakat memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Islam.

Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabatnya memberikan contoh yang luar biasa dalam menjalankan silaturrahim dan berinteraksi dengan masyarakat dalam konteks politik.

Rasulullah SAW dikenal sebagai pemimpin yang mendekatkan diri kepada masyarakatnya. Beliau tidak hanya memberikan hukum dan petunjuk, tetapi juga secara aktif terlibat dalam kehidupan sehari-hari umat Islam.

Beliau melakukan kunjungan ke rumah-rumah, mendengarkan aspirasi rakyat, dan memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Rasulullah juga menjalankan musyawarah dengan para sahabatnya dalam membuat keputusan yang berdampak pada umat.

Suatu ketika, dalam peristiwa Hudaybiyyah, Rasulullah SAW memutuskan untuk mendatangi Makkah meskipun dihadapkan pada ketegangan dan konflik dengan kaum Quraisy yang pada saat itu menjadi musuh besar.

Dalam semangat perdamaian dan upaya untuk mencapai kesepakatan, Rasulullah dengan tulus mengajukan langkah-langkah untuk menjalin kesepakatan damai. Tindakan ini mencerminkan kelembutan hati dan sikap pembelaan perdamaian yang menjadi prinsip Islam, bahkan dalam menghadapi mereka yang sebelumnya menjadi lawan dan musuhnya.

Keputusan Rasulullah untuk berdamai dengan musuh-musuhnya di Hudaybiyyah akhirnya membuka pintu untuk membangun hubungan yang lebih baik dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk penyebaran ajaran Islam.

Demikian juga para sahabat Rasulullah juga menerapkan prinsip silaturrahim dalam konteks politik. Umar bin Khattab r.a, salah satu khalifah terkemuka, dikenal dengan praktiknya yang mendengarkan pendapat dan keluhan rakyat secara langsung.

Ia melakukan ronda malam di kota Madinah untuk memastikan keadilan dan keamanan. Umar juga memberikan insentif kepada para pejabat pemerintahan agar mereka tetap berhubungan baik dan adil terhadap masyarakat.

Dengan demikian, politik silaturrahim bukan hanya sebuah tindakan, melainkan filosofi kepemimpinan yang mengakar dalam nilai-nilai keIslaman. Ia membuka pintu untuk terwujudnya keadilan, keseimbangan, dan keberkahan dalam sistem politik, menjadi pilar utama dalam upaya mencapai cita-cita kehidupan bermasyarakat yang sejahtera dan harmonis.

Semoga model silaturrahim politik dan politik silaturrahim sebagaimana dijelaskan di atas, dapat dikembangkan dan diimplementasikan oleh berbagai komunitas baik yang terlibat dalam politik praktis maupun yang tidak berafiliasi ke partai politik manapun, dalam rangkas melahirkan kharmonisasi dalam kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara. Wallahu aā€™lam.

*) Asih Subagyo, penulis Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan Organisasi Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Momentum Rabiul Awwal Halaqah Kubro DKJ Jabar Banten Gaungkan Spirit Shalawat Nabi

BOGOR (Hidayatullah.or.id) -- Halaqah Kubra menjadi ajang silaturrahim akbar bagi kader, dai, anggota, dan masyarakat dari tiga wilayah: Daerah...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img