AdvertisementAdvertisement

Buka Kursus Muballigh Profesional, Nursyamsa Hadis Pesan Dakwah Menebar Nikmatnya Iman dan Amal Shaleh

Content Partner

JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Ketua Bidang Dakwah dan Pelayanan Umat (Kabid Dakwan Yanmat) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Ust. H. Drs. Nursyamsa Hadis, membuka kegiatan untuk pekan pertama dari dua rangkaian acara Kursus Muballigh Profesional Angkatan IV yang digelar Korps Muballigh Hidayatullah (KMH) di Pusat Dakwah Hidayatullah, Cipinang Cempedak, Otista, Jakarta, Sabtu, 24 Rabi’ul Awal 1446 (28/9/2024).

Dalam sambutannya sebelum membuka acara, Ust. Nursyamsa Hadis memulai dengan memperkenalkan Hidayatullah kepada para peserta yang berasal dari berbagai latar belakang. Dia menyampaikan pengingat tentang pentingnya misi dakwah Islam yang diemban setiap muslim.

“Dalam tradisi Hidayatullah, selalu dipesankan bahwa tidak semata kita mengerjakan shalat dan menikmatinya, tetapi bagaimana agar orang-orang yang belum shalat juga bisa shalat dan menikmati shalatnya,” ujarnya.

Nursyamsa menekankan pentingnya kepedulian terhadap sesama Muslim yakni bagaimana ibadah yang kita nikmati tidak hanya menjadi kebahagiaan pribadi, melainkan menjadi misi kolektif untuk mengajak orang lain merasakan kenikmatan yang sama.

Ust. Nursyamsa melanjutkan dengan menekankan bahwa iman dan amal shaleh tidak boleh dinikmati sendiri. Setiap Muslim memiliki tanggung jawab moral untuk berbagi kenikmatan spiritual ini dengan orang lain.

“Iman dan amal shaleh yang kita nikmati tidak boleh dinikmati sendiri, kita harus mengajak orang lain untuk juga merasakannya,” tegasnya, merujuk pada peran dakwah sebagai sarana untuk menyebarkan kebenaran Islam, di mana setiap orang yang merasakan kedamaian dalam keimanan dan amal shaleh wajib berbagi dengan orang-orang di sekitarnya.

Spirit Surah Al Ashr

Dalam taujihnya tersebut, Ust. Nursyamsa mengutip Surah Al Ashr, salah satu surah pendek namun penuh hikmah di dalam Al-Qur’an.

“Surah Al Ashr menegaskan tentang tiga orang yang tidak akan merugi yaitu orang beriman, orang yang beramal shaleh, dan yang berdakwah mengingatkan pada kebenaran dan kesabaran,” paparnya.

Surah ini terang dia mengajarkan bahwa selain beriman dan beramal shaleh, umat Islam juga harus berdakwah, saling menasihati dalam kebenaran, dan bersabar dalam menjalankan tugas dakwah.

Di dalam pesan-pesan dakwah ini, kesabaran menjadi kunci penting. Ust. Nursyamsa menegaskan bahwa berdakwah harus dilaksanakan dengan penuh kesabaran, tanpa paksaan atau kekerasan.

“Berdakwah harus penuh kesabaran, jangan dengan paksaan dan main pukul. Hidayah itu otoritasnya Allah, kita hanya diperintah untuk menyampaikan kabar gembira dan memberikan peringatan,” katanya.

Dalam Islam, tugas seorang da’i hanyalah menyampaikan risalah dan mengingatkan umat. Hidayah, atau petunjuk, adalah hak prerogatif Allah. Oleh karena itu, setiap muballigh harus bersikap bijak dalam berdakwah, menghindari sikap memaksa yang justru dapat menjauhkan orang dari ajaran Islam.

Keimanan yang kuat, lanjut Ust. Nursyamsa, adalah dasar dari segala aktivitas seorang Muslim, termasuk dalam berdakwah.

“Kita harus terus menerus membangun kualitas keimanan kita yang dengan itu kemudian menggerakkan seluruh aktivitas kita, karena imanlah yang menyebabkan kita berkumpul di sini,” jelasnya.

Keimanan menjadi penggerak utama, yang tidak hanya mengarahkan pribadi Muslim untuk menjalankan ibadah, tetapi juga menuntunnya dalam setiap langkah kehidupan, termasuk dalam tugas menyebarkan kebaikan melalui dakwah.

Sebagai contoh, Ust. Nursyamsa mengingatkan kembali perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam mendakwahkan Islam kepada pamannya, Abu Thalib, yang hingga akhir hayatnya tidak menerima Islam. “Kurang apa coba usaha nabi terhadap pamannya agar masuk Islam, sampai kemudian Nabi ditegur oleh Allah,” katanya.

Perjalanan perikehidupan Nabi itu, jelasnya, adalah pelajaran penting bagi para dai, bahwa hidayah bukan sesuatu yang dapat dipaksakan, dan meski telah berusaha sebaik mungkin, hasil akhir tetap berada di tangan Allah. Kisah ini menggambarkan betapa pentingnya kesabaran dalam dakwah dan pengamalan prinsip ‘watawa saubil haq watawa saubil sabr’—saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, sebagaimana ditegaskan dalam Surah Al Ashr.

Sebagai bagian dari misi dakwah yang telah menjadi bagian dari hidup seorang Muslim, Nursyamsa mengajak para peserta kursus muballigh untuk meneguhkan kembali komitmen mereka.

“Karena dakwah sudah pekerjaan kita, maka mari kita tegaskan, kita proklamirkan bersama-sama, bahwa aku hari ini kian meneguhkan sikapku bahwa inilah tujuan hidupku,” ujarnya.

Tanggung Jawab Sosial

Dalam pada itu, Nursyamsa menjelaskan, dakwah adalah upaya untuk mentransformasikan kebaikan yang telah dinikmati menjadi sesuatu yang juga dapat dirasakan oleh orang lain.

“Dakwah ini adalah tugas kita. Kita sudah melaksanakan ibadah dan seterusnya, maka tugas kita berikutnya adalah mentransformasikan sehingga apa yang telah kita nikmati ini dapat juga dinikmati oleh orang lain,” jelasnya.

Gerakan dakwah yang mulia ini, dijelaskan dia, adalah bentuk tanggung jawab sosial yang harus diemban oleh setiap Muslim, terutama para muballigh yang menjadi ujung tombak dalam menyebarkan ajaran Islam.

Ust. Nursyamsa juga mengingatkan kembali visi besar pendiri Hidayatullah, Ustadz Abdullah Said, yang berkeyakinan bahwa para dai harus disebar seluas-luasnya di seluruh nusantara.

“Itulah mengapa pendiri Hidayatullah, Ustadz Abdullah Said, berpandangan bahwa dai harus disebar seluas-luasnya di seluruh nusantara. Karenanya, Korps Muballigh Hidayatullah berkewajiban untuk terus melahirkan kader dai dan melakukan pengorganisasian dakwah,” terangnya.

Dalam penutupan sambutannya, Ust. Nursyamsa memberikan pesan tentang makna hidup dan tujuan akhir manusia.

Kehidupan di dunia, terang dia, hanyalah sementara, dan yang menjadi pemenang sejati adalah mereka yang berhasil menjalankan tugas sebagai hamba Allah dan menyebarkan kebaikan melalui dakwah.

“Hidup kita ini sementara saja. Jangan kita menjadi orang yang gagal, (kita) harus menjadi orang yang berhasil karena dengan kita dipilih hidup ini berarti sudah pemenang,” katanya.

Dia menekankan pentingnya mengelola kondisi keimanan dan amal agar terus berada di jalur yang benar hingga akhirnya setiap Muslim bisa berdiri dengan bangga di hadapan Allah.

“Bagaimana mengelola kondisi agar kita terus menang sampai kemudian kelak kita berdiri tegak di hadapan Allah yang memanggil kita dengan panggilan yang mesra, ‘Ya ayyatuhan nafsul muthmainnah’,” ujarnya, seraya menyebut panggilan mesra ini adalah panggilan kemuliaan bagi jiwa yang tenang, yang telah menjalankan perintah Allah dengan sebaik-baiknya, termasuk dalam berdakwah. (ybh/hidayatullah.or.id)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Pesan dari Tabligh Akbar Hidayatullah Karo, Jaga Kerukunan dan Bentengi Akidah Umat

BRASTAGI (Hidayatullah.or.id) -- Pondok Pesantren Hidayatullah Karo selenggarakan Tabligh Akbar yang bertempat di Masjid Muhammad Cheng Hoo, Kecamatan Berastagi,...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img