DEPOK (Hidayatullah.or.id) — Direktur Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect), Imam Nawawi, menekankan bahwa tolok ukur sehat, hidup, atau matinya sebuah gerakan organisasi adalah kaderisasi.
Jika kaderisasi stagnan, maka harus waspada jangan sampai menuju jurang kematian. Akan tetapi jika masih ada indikasi bergerak atau hidup, maka hendakya ia dirawat, didukung, dan ditumbuhkan.
“Instruktur atau murabbi adalah tolok ukur utama kaderisasi di sebuah organisasi. Sebuah organisasi dikatakan sehat apabila memiliki stok pengkader yang banyak,” kata Nawawi.
Hal itu disampaikan Nawawi saat menjadi narasumber pada acara Webinar pra-Silatnas Hidayatullah 2023 digelar Pengurus Pusat (PP) Pemuda Hidayatullah bertajuk “Strategi Kaderisasi Terbaik: Meretas Kaderisasi Pemuda yang Visioner dan Progresif”, Kamis malam, 19 Rabi’ul Awal 1445 (5/10/2023).
Nawawi menekankan pentingnya gerakan kaderisasi terus direvitalisasi sebagaimana tuntutan zaman yang diselaraskan dengan penajaman atas visi di antara pemuda, mengidentifikasi tujuan jangka panjang, mempertajam nalar dalam menganalisa, serta kuat dalam membaca.
“Ustadz Abdullah Said, pendiri Hidayatullah, sosok visioner yang kaya bacaan dan memiliki daya membaca yang kuat,” kata Nawawi.
Selain itu, Nawawi juga mengajak meneladani para pahlawan dan tokoh bangsa yang dalam gerak dan langkahnya berbekal visi yang kuat.
Ia lantas menyebut nama misalnya ketajaman visi Mohammad Natsir dalam membaca pergerakan kolonialisme Belanda saat membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) yang kalah dengan Mosi Integral yang digawangi Natsir pada 3 April 1950.
Kemudian, dalam tema besar kedua tentang kaderisasi yang progresif, Nawawi membahas pentingnya adaptasi pemuda dengan perubahan zaman.
Menurut Nawawi, habituasi dengan tetap berpegang pada nilai nilai fundamen Islam ini penting untuk menegasi sikap inferior atau tak percaya diri masuk ke ruang ruang dialektika dan rekrutmen istimewa.
“Jadi selama tujuannya untuk memajukan Islam sebagai rahmah untuk semua, jangan pernah inferior dalam merekrut sebanyak-banyak kader dan melaksanakan sesering mungkin kaderisasi,” katanya.
Dalam pada itu, Nawawi pula menyoroti peran teknologi dan inovasi dalam proses kaderisasi. Menurut dia, kaderisasi progresif harus mencakup pemanfaatan teknologi dan pengembangan keterampilan yang relevan dengan perkembangan zaman.
Perkaderan Rasulullah
Lebih jauh Nawawi membeberkan bahwa pengkaderan adalah proses yang sangat perlu diperhatikan. Hal ini sebagaimana Muhammad Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam juga sangat memperhatikan kaderisasi secara nyata hingga melahirkan sahabat sahabat yang memiliki spiritual tinggi dan intelektual yang luar biasa.
Nawawi menungkapkan, proses pengkaderan itu tergantung siapa yang mengkader. Dia menamsilkan seseorang tidak akan bisa menjadi ahli biologi, ahli tafsir, atau ahli Quran, apabila ia tidak belajar dari seorang yang ahli di bidangnya.
“Bagaimana ia bisa sukses di bidang bidang tertentu sedangkan mentornya sendiri tidak menguasai bidang tersebut. Seseorang tidak akan bisa memberikan penjelasan dan pemahaman sesuatu apabila ia juga tidak memahami apa yang akan disampaikan,” kata Nawawi.
Karenanya, dia menegaskan, siapa yang mengkader itu sangat penting. Dengan demikian, jelas dia, seorang pengkader perlu menanamkan optimisme yang tak pernah tunduk dengan realitas.
Demikian pula dengan kesiapan mengkader harus dipersiapkan dan hadir. Berikutnya adalah ruang kegelisahan anak muda perlu ditimbulkan, maka jadilah seperti ini.
“Perhatikanlah bagaimana Rasulullah berinteraksi dengan para sahabat, apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan mengandung makna dan manfaat yang mendalam. Salah satunya sabda beliau yakni, “jangan bersedih. Sesungguhnya Allah bersama kita,” imbuhnya.
Siapapun kita, dimanapun berada, dan apapun jabatan kita, sebuah visi itu lebih penting daripada itu. Maka perlu visi itu dilahirkan oleh seorang yang visioner. Bagaimana caranya?
“Seseorang harus memperluas pengetahuan dan menjadikan buku sebagai teman terbaiknya hingga memiliki keyakinan bahwa gagasan yang ditetapkan adalah kenyataan dan kebenaran,” imbuhnya seraya menyambaikan upaya tersebut hendaknya dibarengi ikhtiar spiritual sebagaimana Rasulullah menyadap energi Tuhan melalui qiyaamul lail.
Dia menambahkan, menjadikan buku sebagai teman terbaik itu butuh perjuangan, butuh pengorbanan, dan butuh konsisten bersamanya. “Maka hal ini perlu diniatkan dengan mengorbankan kekayaan kecerdasan dan seluruh kemampuan yang dimiliki,” tandasnya.
Webinar ini dipandu oleh Ketua Departemen Ristek Infokom PP Pemuda Hidayatullah Refra Elthanimbary dan hadir juga mengantar diskusi Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Hidayatullah Rasfiuddin Sabaruddin. (ybh/hidayatullah.or.id)