AdvertisementAdvertisement

Menapaki Jalan Menuju Harakah Terbaik untuk Umat

Content Partner

PADA tanggal 1 Muharram 1393 Hijriah atau 5 Februari 1973, sebuah tonggak sejarah berdirinya pesantren Hidayatullah tercatat di Karang Bugis, Kalimantan Timur. Inisiatif ini lahir dari tangan KH Abdullah Said, seorang yang berdedikasi membangun fondasi pendidikan dan kebaikan untuk umat.

Setelah wafatnya sang pendiri, pesantren ini terus berkembang pesat di bawah kepemimpinan KH Abdurrahman Muhammad sebagai penerus. Perjalanan panjang ini membawa Hidayatullah menuju transformasi besar.

Pada 13 Juli 2000, melalui musyawarah nasional pertama, Hidayatullah resmi menjadi organisasi masyarakat (ormas). Kemudian, pada 26 April 2011, statusnya diperkuat sebagai badan hukum perkumpulan.

Kini, di usianya yang ke-52 tahun pada 2025, Hidayatullah menghadapi pertanyaan besar: bagaimana organisasi ini bisa menjadi gerakan (harakah) terbaik yang benar-benar melayani umat? Jawabannya terletak pada aktualisasi panggilan suci yang tercantum dalam Al-Qur’an, khususnya dalam surat Ali Imran ayat 110:

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِۗ

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”

Ayat ini menegaskan tiga pilar utama untuk menjadi umat terbaik: mengajak kepada kebaikan (amar makruf), mencegah keburukan (nahi munkar), dan memegang teguh keimanan kepada Allah. Pesan ini diperkuat lagi dalam surat Ali Imran ayat 104:

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“Hendaklah ada di antara kamu menjadi bagian dari sekelompok umat yang mengajak pada kebajikan, menyuruh pada yang makruf, dan melarang yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

Dua ayat ini menjadi panduan bagi setiap kader Hidayatullah untuk menjalankan peran mereka, baik secara individu maupun sebagai bagian dari organisasi.

Mengajak Kebaikan, Mencegah Keburukan

Istilah amar makruf nahi munkar merujuk pada upaya mengajak manusia kepada hal-hal yang baik dan mencegah segala bentuk keburukan. Ma’ruf mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah, seperti keyakinan yang kuat, ibadah wajib (sholat, zakat, puasa, haji), sedekah, jihad di jalan Allah, hingga membantu sesama.

Sebaliknya, munkar adalah segala yang dibenci Allah, mulai dari kemusyrikan (syirik), penyakit hati seperti iri (hasad) dan riya’, hingga perbuatan dosa seperti zina, mencuri, minum khamr (minuman keras), atau menyakiti orang lain.

Bagi kader Hidayatullah, panggilan ini bukan sekadar di alam cerita. Mereka harus menjadi pelopor dalam aksi nyata. Misalnya, ketika umat menghadapi kemiskinan atau kesulitan ekonomi, kader Hidayatullah perlu hadir dengan solusi konkret—bukan hanya diam atau acuh.

Jika organisasi ini ingin dicintai dan dirasakan manfaatnya oleh umat, maka setiap anggotanya harus tampil sebagai teladan dalam berbagai aspek kehidupan. Kehadirannya harus terasa penting dan melengkapi, dan ketiadaannya harus dirasakan sebagai kehilangan.

Namun, menjalankan amar makruf nahi munkar tidak bisa sembarangan. Allah memberikan petunjuk dalam surat An-Nahl ayat 125:

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Ayat ini menekankan tiga cara dalam berdakwah: pertama, dengan hikmah—bijaksana, sopan, dan sesuai situasi. Kedua, dengan mau’izhah hasanah—nasihat yang lembut dan tidak menyakiti hati. Ketiga, dengan mujadalah—dialog yang membangun, didukung argumen kuat dan dalil yang jelas.

Untuk mencegah kemunkaran, Rasulullah SAW juga bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ

“Barangsiapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia mengubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.”

Hadits ini menggarisbawahi tiga tingkatan tindakan: dengan tangan (aksi nyata sesuai kewenangan), lisan (teguran atau peringatan), dan hati (penolakan batin). Setiap kader harus menyesuaikan langkahnya dengan kemampuan dan posisinya masing-masing.

Iman kepada Allah untuk Menuju Gerakan Terbaik

Mengajak kebaikan dan mencegah keburukan bukanlah tugas ringan. Tantangan dan cobaan akan selalu mengiringi. Di sinilah keimanan kepada Allah menjadi penentu.

Iman bukan sekadar ucapan, tetapi keyakinan mendalam akan keberadaan Allah, kekuasaan-Nya (rububiyah), keesaan-Nya dalam ibadah (uluhiyah), serta nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang sempurna.

Seorang kader Hidayatullah harus terus belajar dan memperkuat imannya. Tanpa pondasi yang kuat, godaan setan bisa melemahkan langkah mereka dalam berdakwah. Ketika iman tertanam dalam hati, setiap tindakan akan menjadi ibadah yang bernilai di sisi Allah.

Perjalanan 52 tahun adalah bukti komitmen Hidayatullah. Namun, untuk menjadi yang terdepan, langkah nyata harus terus diperkuat. Dengan mengamalkan Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman, Hidayatullah bisa menjadi cahaya yang membawa kebaikan bagi umat, hari ini dan di masa depan.

Jika setiap kader Hidayatullah menjalankan amar makruf nahi munkar dengan penuh keimanan, mereka akan menjadi insan-insan terbaik. Kolaborasi antar-insan terbaik ini akan membentuk umat yang unggul—umat yang dicari dan dirindukan. Pada titik itu, Hidayatullah bukan hanya menjadi gerakan yang disegani di mata umat, tetapi juga harakah yang mendapat tempat istimewa di hadapan Allah SWT.

(Depok, 28 Ramadhan 1446 / 28 Maret 2025)

*) Nursyamsa Hadis, penulis adalah Ketua Bidang Dakwah dan Pelayanan Ummat Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Penghujung Ramadhan, Depsos DPP Hidayatullah Gelar Refleksi Spiritual untuk Produktivitas Lansia

JAKARTA (Hidayatullah.or.id) – Di penghujung Ramadhan yang penuh berkah, tepatnya pada Kamis, 27 Ramadhan 1446 H, Departemen Sosial DPP...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img