Ayah: “Mas, siapa nama calon istrimu?”
Santri: “Belum tahu, Pak. Masih dalam musyawarah”
Ayah: “Ini kurang tiga hari lagi menikah, kok belum tahu nama istrinya”
Santri: “Doakan saja, Pak. Insya Allah calon istri yang terbaik untuk saya”
Ayah: “Seperti beli kucing dalam karung saja”
Santri: “Bukan begitu, Pak. Kalau beli kucing dalam karung, mungkin kita tidak tahu apa-apa tentang kucingnya. Tapi dalam pernikahan ini, panitia sudah melihat, menyaring, memilih, membekali, dan mendoakan setiap calon pengantin. Insya Allah cantik dan salehah semua”
DIALOG yang dialami oleh seorang santri yang hendak menikah di atas menggambarkan ketenangan dan keyakinan para santri dalam menjalani pernikahan mubarakah. Mereka percaya bahwa setiap pasangan yang ditetapkan melalui perantara ustaz dan ustazah adalah yang terbaik, karena penentuan jodoh ini tidak dilakukan secara sembarangan.
Proses penjodohan yang dilakukan di pesantren mencakup berbagai aspek seperti ketaatan, kesalehan, kecocokan keilmuan, serta kecocokan dalam latar belakang pendidikan dan keluarga.
Menjalani pernikahan tanpa melalui masa pacaran atau saling mengenal jauh sebelumnya adalah sebuah konsep yang mungkin terdengar asing bagi banyak orang. Namun, di kalangan santri Pesantren Hidayatullah, praktik ini telah berlangsung lama melalui apa yang mereka sebut sebagai “pernikahan mubarakah” atau pernikahan penuh berkah.
Pernikahan ini memiliki sistem penjodohan yang berlandaskan pada kepercayaan, ketaatan, dan pengabdian kepada Allah. Meski bagi sebagian orang hal ini mungkin terlihat seperti “membeli kucing dalam karung,” para santri meyakini bahwa jodoh yang datang melalui perantara ustaz dan ustazah adalah yang terbaik dari Allah, dan hal ini mereka jalani dengan penuh keyakinan dan ketulusan.
Nikah Tanpa Kenal Dulu, Kok Bisa?
Pertanyaan yang sering muncul dari masyarakat umum mengenai pernikahan mubarakah adalah: “Nikah tanpa kenal dulu, kok bisa ya?” Kekagetan ini beralasan, mengingat banyak orang terbiasa menjalani masa pacaran atau setidaknya mengenal calon pasangan secara mendalam sebelum menikah. Namun, konsep pernikahan mubarakah memang menitikberatkan pada niat tulus ikhlas karena Allah dan ketaatan kepada ajaran agama.
Pernikahan tanpa melalui pacaran ini bagi santri Pesantren Hidayatullah bukan sekadar tradisi, melainkan bentuk ketaatan kepada Allah, Rasulullah, serta pemimpin pesantren. Di dalam pesantren, santri dibimbing untuk memahami bahwa jodoh telah ditetapkan oleh Allah, dan tidak akan tertukar oleh siapapun.
Keyakinan ini dibangun melalui proses tarbiyah yang intensif, di mana mereka diajarkan bahwa menjalani pernikahan dengan niat untuk mengabdi kepada Allah akan mendatangkan berkah yang lebih besar dibandingkan sekadar menjalani kehidupan berpasangan berdasarkan perasaan.
Proses penjodohan dalam pernikahan mubarakah bukanlah proses yang mudah atau asal-asalan. Para ustaz dan ustazah yang tergabung dalam panitia penjodohan, yang disebut “Steering Committee,” memiliki pengalaman dan kapasitas untuk menentukan pasangan yang terbaik bagi setiap peserta. Mereka sosok yang penuh perhitungan dalam mencarikan jodoh terbaik bagi setiap santri yang mengikuti program ini.
Kriteria yang dipertimbangkan dalam proses penjodohan meliputi banyak aspek, mulai dari ketaatan, kesalehan, tingkat keilmuan, latar belakang pendidikan, keluarga, hingga penampilan fisik. Seluruh aspek ini diukur dengan teliti dan melalui musyawarah serta doa yang mendalam.
Dengan latar belakang yang kuat dalam memahami karakter setiap calon pasangan, panitia penjodohan bertanggung jawab memastikan bahwa setiap pernikahan yang terjadi adalah pernikahan yang sehat secara fisik, mental, dan spiritual.
Bentuk Syiar Islam
Pernikahan merupakan akad yang suci dan sakral, maka jalan menuju pernikahan itu pun harus terjaga kesuciannya. Salah satu tujuan utama dari pernikahan mubarakah adalah menjaga keindahan dan kesakralan pernikahan sebagai bentuk syiar Islam.
Dalam pernikahan ini, walimah atau pesta pernikahan pun diadakan dengan cara yang sederhana namun bermakna, menghindari kemewahan yang tidak perlu dan lebih menekankan pada nilai-nilai syariat Islam.
Di tengah arus modernisasi yang membawa budaya barat ke dalam adat istiadat pernikahan, pernikahan mubarakah hadir sebagai bentuk perlawanan terhadap budaya tersebut. Banyak pernikahan yang terbalut budaya asing yang jauh dari nilai syariat atau bahkan ternodai oleh unsur mistik dan takhayul.
Dalam pernikahan mubarakah, seluruh proses dijaga untuk tetap bersih dari hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, dan justru menampilkan kesederhanaan yang penuh makna sebagai cerminan dari ketakwaan kepada Allah.
Menjalani pernikahan mubarakah bukan berarti menghindari masalah atau menjadikan pernikahan tanpa tantangan. Bagi setiap pasangan yang mengikuti pernikahan ini, tantangan justru menjadi bagian dari perjalanan menuju kehidupan yang penuh dengan sakinah, mawaddah, dan rahmah. Setelah akad nikah berlangsung, tanggung jawab untuk saling membahagiakan pasangan mulai menjadi kewajiban yang diemban bersama.
Mewujudkan kehidupan yang sakinah, mawaddah, dan rahmah adalah sebuah proses yang memerlukan usaha (mujahadah) dan ilmu. Setiap pasangan diharapkan terus belajar dan berlatih untuk menjadi suami atau istri yang baik, serta memahami kekurangan dan kelebihan satu sama lain.
Pernikahan bukanlah jalan hidup yang sempurna tanpa rintangan; kesempurnaan hanya milik Allah. Pasangan suami istri yang baru menikah melalui pernikahan mubarakah harus memahami bahwa kesabaran dan ketabahan adalah kunci dalam menghadapi setiap ujian dalam rumah tangga.
Manifestasi Keyakinan Kepada Allah
Pernikahan mubarakah bukanlah sekadar praktik menikah tanpa pacaran atau tanpa saling mengenal mendalam. Pernikahan ini adalah wujud nyata dari ketundukan kepada Allah dan manifestasi dari keyakinan bahwa jodoh telah ditentukan oleh Allah.
Dalam menjalani pernikahan ini, para santri Pesantren Hidayatullah mempraktikkan konsep ketulusan yang mendalam dan kepercayaan penuh terhadap proses yang ditentukan oleh para ustaz dan ustazah.
Pernikahan mubarakah mengajarkan bahwa cinta yang berlandaskan pada ketaatan akan membawa keberkahan yang tak terhingga. Melalui pernikahan ini, mereka belajar bahwa kebahagiaan sejati bukan datang dari kenal lebih dulu atau merasa nyaman secara duniawi, melainkan dari kedekatan kepada Allah dan ketulusan hati dalam menjalani takdir yang telah ditetapkan.
Dengan ketulusan dan ketabahan, pasangan yang menikah melalui pernikahan mubarakah siap menjalani kehidupan rumah tangga yang diberkahi, menjadi sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Pernikahan ini adalah langkah kecil namun berarti dalam menegakkan syariat Islam di tengah derasnya arus budaya asing. Nikah mubarakah bukanlah beli kucing dalam karung, melainkan jalan yang diridhoi untuk menuju cinta sejati yang tulus karena Allah.[]
*) Ust. Dr. Abdul Ghofar Hadi, penulis adalah Wakil Sekretaris Jenderal I Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah