SORE hari di Pondok Pesantren Hidayatullah Depok, Jawa Barat, begitu damai. Sehabis menunaikan shalat Asar berjamaah dan dzikir sore At-Tawajjuhat bersama santri lainnya, Ahmad Aufa bergegas kembali ke asramanya. Di sana, dia bersiap untuk kegiatan rutinnya yang lain.
Dengan sigap, Aufa mengenakan celana panjang tracksuit hitam dan kaos senada, dia bersiap untuk beraktifitas di sore hari yang cerah itu.
“Mau olahraga dulu,” katanya ringan, dengan senyum yang selalu mengiringi, seperti yang diungkapkannya kepada media ini beberapa waktu lalu.
Sosok remaja ini terlihat begitu penuh semangat. Usai melakukan pemanasan ringan, Aufa mulai berlari kecil mengelilingi area pesantren. Tak sendirian, beberapa temannya juga melakukan aktivitas serupa—ada yang berlari, ada pula yang berlatih baris-berbaris.
Di sudut-sudut lain, tampak ada juga santri yang lain asyik bermain bola, sementara beberapa memilih duduk santai di saung-saung kecil, membaca buku dengan tenang di tengah suasana pesantren yang hijau dan menyejukkan.
Tempaan di Pondok
Itulah potret keseharian di Pondok Pesantren Hidayatullah, sebuah lembaga pendidikan yang terletak di Kalimulya, Cilodong. Meski jadwal aktivitas di pesantren padat, dari mulai ibadah, pelajaran agama, hingga kegiatan keterampilan, santri-santri seperti Aufa tetap mampu membagi waktu antara belajar dan bermain.
Dalam 24 jam sehari dan 7 hari dalam sepekan, mereka tak pernah lepas dari disiplin yang tinggi. Namun di balik itu semua, selalu ada ruang untuk merasakan kebebasan dalam kegiatan rekreasi dan olahraga.
Bagi Aufa, yang duduk di bangku kelas 7 SMP Integral Hidayatullah Depok, mengatur waktu bukanlah hal yang sulit. Meskipun harus mengikuti jadwal pesantren yang ketat, dia tetap bisa membagi waktu dengan baik untuk belajar, menghafal Al-Qur’an, serta mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang ia gemari.
Ketika ditanya bagaimana caranya menjaga keseimbangan antara belajar dan bermain, Aufa menjawab dengan rendah hati, “Saya belajar seperti teman teman lainnya”
Aufa, anak kedua dari pasangan Mahmud dan Delih ini, telah menorehkan capaian dalam impiannya. Baru-baru ini, dia berhasil menorehkan prestasi membanggakan dengan meraih Juara I pada Pekan Keterampilan dan Seni Pendidikan Agama Islam (PENTAS PAI) Tingkat Provinsi Jawa Barat tahun 2024.
Kompetisi itu berlangsung di Kota Tasikmalaya pada 6-7 September lalu, dan Aufa keluar sebagai juara dalam kategori MHQ (Musabaqah Hifzil Qur’an) Putra. Kemenangan ini menjadi bukti bahwa kerja keras dan ketekunannya selama ini membuahkan hasil yang gemilang.
Pada Senin, 23 September 2024, dalam sebuah acara di Lapangan Apel Balai Kota Depok, Wali Kota Depok Mohammad Idris secara langsung memberikan apresiasi kepada Aufa atas prestasinya.
Dalam momen tersebut, turut hadir Penjabat Sekretaris Daerah Kota Depok, Nina Suzana, dan Kepala Dinas Pendidikan, Siti Chaerijah Aurijah, yang juga memberikan dukungan moral kepada para pemenang.
“Alhamdulillah senang banget bisa ketemu walikota dan ini pengalaman pertama bertemu beliau,” ujar Aufa dengan mata berbinar.
Sebagai seorang pelajar, Aufa sadar bahwa prestasi tidak datang dengan mudah. Di balik kemenangan itu, ada kerja keras, doa, serta dedikasi yang besar. Ketika berbicara tentang metode belajarnya, Aufa mengatakan bahwa rahasianya adalah konsistensi.
“Saya belajar dari setiap kesalahan dan pengalaman,” katanya. Menurut Aufa, setiap kegagalan bukanlah akhir, melainkan pelajaran berharga yang dapat membuatnya semakin baik di masa depan.
Kesehariannya di pesantren tidak semata-mata dihabiskan untuk belajar dan menghafal Al-Qur’an. Aufa, yang sudah hafal lebih dari 7 juz Al-Qur’an, juga aktif mengikuti berbagai perlombaan.
Dia juga tercatat sebagai juara dalam beberapa kompetisi lain, termasuk Juara II Festival Zafest di Margonda pada Maret 2024 dan masuk 10 besar dalam Seleksi Nasional Cabang 3 Juz di Ciawi, Bogor. Tak hanya itu, Aufa juga pernah meraih Juara I Lomba MHQ Pentas Seni PAI Tingkat Depok.
Setiap kali mengikuti perlombaan, Aufa tidak hanya membawa pulang piala, tetapi juga pengalaman berharga. Baginya, mengikuti lomba adalah kesempatan untuk berkenalan dengan teman-teman baru dari berbagai daerah, serta memperluas wawasan. “Saya senang ikut lomba karena bisa dapat teman baru,” ujar Aufa sambil tersenyum.
Selain itu, menurutnya, fasilitas yang diberikan oleh penyelenggara lomba juga menjadi salah satu hal yang menyenangkan. Setiap kali bertanding, ia mendapat fasilitas mulai dari makan, akomodasi, transportasi, hingga penginapan di hotel.
Di balik pencapaiannya, Aufa tak pernah lupa untuk terus memotivasi dirinya dan teman-temannya. Baginya, kunci kesuksesan terletak pada semangat yang tak pernah padam.
“Jangan berputus asa, tetap coba lagi, dan banyakin pengalaman,” ujar Aufa. Bagi dia, kegagalan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, melainkan kesempatan untuk belajar dan berkembang.
Pondok Pesantren Hidayatullah menjadi tempat yang subur bagi santri-santri seperti Aufa untuk tumbuh dan berkembang, baik dalam segi keilmuan maupun spiritual.
Di sini, para santri diajarkan untuk disiplin dalam segala hal, mulai dari waktu shalat, belajar, hingga waktu untuk berolahraga. Di tengah kesibukan mereka, pesantren tetap memberikan ruang bagi setiap santri untuk mengejar minat dan bakatnya masing-masing.
Pendidikan pesantren diharapkan terus mampu melahirkan generasi yang tidak hanya paham agama, tetapi juga berprestasi di bidang lain. Peran pesantren sebagai lembaga pendidikan integral sangatlah penting.
Di sinilah, selain mendalami ilmu agama, santri juga diajarkan tentang keterampilan hidup, seperti manajemen waktu, disiplin, serta tanggung jawab. (ybh/hidayatullah.or.id)
(Laporan Mercyvano Ihsan, santri kelas IX peserta kelompok Program Lifeskill Jurnalistik Sekolah Integral Hidayatullah Depok Angkatan 2024, berkontribusi dalam artikel ini)