MOROWALI UTARA (Hidayatullah.or.id) — Hari Kamis, 14 Rabiul Akhir 1446 (17/10/2024) ini menjadi momen istimewa bagi Ustadz Deprin Lindo, kepala sekolah SD Fatumarando Terpadu Salubiro, yang akhirnya mengantarkan empat orang muridnya mengikuti gladi resik Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) di SDN 1 Baturube, Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah.
Momen ini bukan hanya menjadi tonggak penting dalam dunia pendidikan di pedalaman, tetapi juga simbol harapan bagi komunitas mualaf Suku Ta Wana yang telah lama terpinggirkan.
SD Fatumarando Terpadu Salubiro, dengan NPSN 70037230, merupakan institusi yang didirikan untuk menjawab tantangan pendidikan di kawasan terpencil, di mana akses terhadap pendidikan formal sering kali terbatas.
Dengan bimbingan Ustadz Deprin Lindo, sekolah ini bukan hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga pusat pembinaan spiritual dan sosial bagi anak-anak mualaf pedalaman Fatumarando, yang kini mulai merasakan manfaat dari program-program pendidikan nasional.
Langkah Bersejarah
Pelaksanaan gladi resik ANBK di SDN 1 Baturube merupakan momentum yang sangat penting bagi pendidikan di Bungku Utara. Gladi resik ini adalah simulasi untuk mempersiapkan para siswa menghadapi Asesmen Nasional, sebuah program penilaian yang dicanangkan oleh Kemendikbud Ristek untuk mengukur capaian belajar siswa dan mutu pendidikan sekolah.
Dengan penerapan berbasis komputer, ANBK diharapkan dapat memberikan data yang lebih akurat dalam mengevaluasi kompetensi dasar siswa dalam literasi, numerasi, dan karakter.
Bagi Ustadz Deprin Lindo, momen ini adalah wujud dari pencapaian besar yang selama ini diperjuangkannya. “Alhamdulillah, anak-anak kita dari pedalaman Fatumarando bisa ikut serta dalam gladi resik ini. Ini adalah hasil dari kerja keras dan doa kita semua,” ungkap Ustadz Deprin dengan penuh rasa syukur.
Rasa senang dan antusias terpancar dari wajah anak-anak Fatumarando yang mengikuti gladi resik ANBK. Ustadz Deprin menggambarkan bagaimana perasaan mereka begitu bersemangat.
“Mereka sangat gembira bisa berkumpul dan belajar bersama anak-anak dari sekolah lain. Ini pengalaman baru bagi mereka, bertemu teman-teman sebaya dari luar desa mereka,” jelasnya dengan senyum, seperti disitat media ini dari laman PosDai.
Anak-anak ini, yang sebagian besar berasal dari keluarga mualaf dan hidup di pedalaman, jarang memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan siswa-siswa dari sekolah lain. Keterlibatan mereka dalam program ini menjadi sarana penting untuk memperluas wawasan dan memperkuat rasa percaya diri.
Mereka tidak hanya belajar tentang materi pelajaran, tetapi juga tentang persahabatan dan keragaman. “Ini adalah kesempatan bagi mereka untuk memahami bahwa mereka tidak sendiri, bahwa ada banyak anak lain di luar sana yang juga belajar dan berjuang bersama mereka,” tambah Ustadz Deprin, dai mengabdi yang menjadi mitra PosDai dalam program Sekolah Muallaf Pedalaman ini.
Kehadiran murid-murid Fatumarando dalam gladi resik ANBK ini juga mendapat sambutan yang hangat dari tokoh masyarakat, pemerintah setempat, dan sekolah-sekolah lain di Bungku Utara.
Ustadz Deprin dengan penuh haru mengungkapkan betapa terkesannya ia dengan dukungan yang diberikan.
“Kami sangat terharu dengan respon dari masyarakat dan pemerintah. Mereka menerima anak-anak kami dengan tangan terbuka, dan ini menunjukkan bahwa pendidikan adalah milik semua orang, tanpa memandang latar belakang,” katanya.
Bagi komunitas Suku Ta Wana, kesempatan untuk ikut serta dalam program ANBK ini bukan sekadar capaian pendidikan, tetapi juga pengakuan atas identitas dan eksistensi mereka sebagai bagian dari bangsa ini.
SD Fatumarando Terpadu Salubiro
SD Fatumarando Terpadu Salubiro, yang berdiri di tengah komunitas mualaf pedalaman, memiliki peran strategis dalam membina generasi muda Suku Ta Wana. Sekolah ini tidak hanya memberikan pendidikan formal, tetapi juga membekali siswa dengan nilai-nilai agama dan sosial yang kuat.
“Kami ingin agar anak-anak ini tidak hanya pintar dan terdidik, tetapi juga memiliki akhlak yang mulia. Insya Allah, mereka bisa menjadi generasi penerus bangsa yang beriman dan berilmu,” ungkap Ustadz Deprin penuh harap.
Dengan keterlibatan mereka dalam program nasional seperti ANBK, harapan itu kini semakin nyata. Program ini tidak hanya menilai kemampuan akademis, tetapi juga membentuk karakter siswa. Ustadz Deprin berharap, dengan adanya kesempatan seperti ini, semakin banyak anak-anak dari pedalaman yang termotivasi untuk terus belajar dan mengejar mimpi-mimpi mereka.
“Insya Allah, anak-anak pedalaman Suku Ta Wana bisa menjadi generasi penerus bangsa di masa depan. Mereka adalah bagian dari kekayaan bangsa ini, dan kita semua harus bekerja keras untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan kesempatan yang sama,” tambahnya dengan penuh semangat.
Meskipun ada banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama dalam hal infrastruktur dan aksesibilitas, Ustadz Deprin optimis bahwa dengan dukungan dari berbagai pihak, pendidikan di pedalaman akan terus berkembang.
“Kami masih menghadapi banyak kendala, seperti keterbatasan sarana dan prasarana. Namun, kami percaya bahwa dengan pertolongan Allah dan dukungan masyarakat, kita bisa mengatasi semua hambatan itu,” tegasnya.
Dengan hati yang penuh harapan, Ustadz Deprin dan komunitasnya berjalan menuju masa depan, membawa mimpi-mimpi besar untuk generasi yang akan datang. (ybh/hidayatullah.or.id)