BOGOR (Hidayatullah.or.id) — Halaqah Kubra menjadi ajang silaturrahim akbar bagi kader, dai, anggota, dan masyarakat dari tiga wilayah: Daerah Khusus Jakarta (DKJ), Jawa Barat, dan Banten. Acara tersebut digelar selama 2 hari di Pondok PesantrenQur’an Hidayaturrahman (PQH), Caringin, Ciawi, Bogor, dan menghadirkan Pemimpin Umum Hidayatullah, KH Abdurahman Muhammad, yang menyampaikan taushiah di penutupan acara, Ahad pagi yang dingin, 11 Rabi’ul Awal 1446 H (15/9/2024).
Mengawali taushiahnya selepas shalat shubuh berjamaah di lapangan PQH, KH Abdurahman Muhammad mengaitkan acara ini dengan bulan Rabiul Awwal, bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Rabiul Awwal, bulan kelahiran Nabi Muhammad, teragnya, menjadi momen untuk memikirkan keagungan sosok yang namanya selalu dipuji dengan shalawat, baik oleh manusia maupun malaikat
“Semangat lahirnya Muhammad inilah yang menyemangati saya juga datang di sini,” ungkapnya.
Ia menyampaikan ini sebagai pengingat penting bagi hadirin mengenai makna kelahiran Rasulullah SAW. Rabiul Awwal sebagai bulan di mana nabi terakhir umat Islam lahir, menjadi inspirasi mendalam bagi umat Islam di seluruh dunia untuk merefleksikan perjuangan, pengorbanan, serta teladan kehidupan beliau.
Dalam konteks Halaqah Kubra ini, semangat kelahiran Rasulullah menjadi pemicu spiritual bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan, baik secara personal maupun kolektif.
Lebih lanjut, KH Abdurahman Muhammad dengan mengutip Al-Qur’an surah Al-Fath ayat 28 menyinggung jatidiri Hidayatullah sebagai sebuah gerakan yang dilandasi oleh spirit untuk membawa risalah Islam menuju kemenangan.
Beliau menekankan bahwa Hidayatullah sebagai organisasi bukan hanya sekadar menjalankan aktivitas keagamaan, tetapi juga memiliki visi besar untuk membawa ajaran Islam kepada seluruh umat manusia.
Menurutnya, kemenangan Islam bukan semata-mata dalam bentuk fisik, tetapi lebih pada penegakan nilai-nilai Islam yang hakiki, serta mengokohkan umat Islam dengan keimanan yang sejati.
Shalat dan Al Qur’an
KH Abdurahman Muhammad juga menyampaikan pentingnya keimanan dalam diri setiap Muslim. Menurutnya, ciri utama orang yang beriman adalah ketika hatinya bergetar saat mendengar ayat Al-Qur’an dibacakan.
“Ciri orang beriman bergetar hatinya ketika mendengar ayat Al-Qur’an dibacakan. Ketika shalat mendengar ayat dibaca, itulah saat belajar dan tempat paling baik untuk belajar dan belajarnya sempurna,” katanya.
Beliau menekankan pentingnya interaksi dengan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Shalat, sebagai ibadah yang paling utama, terangnya, merupakan momen terbaik untuk mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan merenungkannya.
KH Abdurahman Muhammad melihat shalat bukan sekadar ritual, tetapi juga sebagai proses pembelajaran yang mendalam. Setiap Muslim harus memanfaatkan momen shalat untuk benar-benar terhubung dengan Allah dan belajar dari Al-Qur’an yang dibacakan oleh imam.
Beliau pun menjelaskan pentingnya memanfaatkan shalat sebagai momen terbaik untuk belajar. Dia menekankan bahwa saat yang paling efektif untuk belajar adalah ketika kita mendengarkan bacaan imam dalam shalat.
“Waktu, tempat yang paling bagus, pas dan efektif untuk kita belajar adalah saat shalat. Yaitu saat mendengarkan bacaan imam karena Allah langsung yang mengajarkan kepada kita lewat lisannya imam,” ujarnya.
Beliau memaknai shalat sebagai proses merendahkan hati dan membuka diri kepada Allah SWT agar ilmu dapat masuk ke dalam hati. Menurut beliau, turunkan kesombongan dan ego saat kita berada dalam shalat, karena hanya dengan begitu, ilmu dari Allah akan mudah meresap.
Demikianlah pula sosok Rasulullah, KH Abdurahman Muhammad juga mengingatkan bahwa sosok Muhammad, saat diperintah untuk membaca, merendahkan dirinya dengan mengatakan “aku tidak bisa membaca”, bukan mengatakan “apa yang harus saya baca”, yang menunjukkan kerendahan hati sang utusan untuk menyerap energi Ilahi..
“Ketika kita shalat, turunkan diri dalam titik nol. Kalau tidak, nanti ilmunya tidak akan masuk. Karena Qur’an itu ruh maka turunkan kesombongan,” lanjut beliau.
Epistemologi Islam dan Kekuatan Riil
Masih dalam taushiahnya, KH Abdurahman Muhammad juga membahas tentang pentingnya ilmu dalam Islam. Menurut beliau, ilmu berasal dari Allah dan belajar kepada-Nya adalah hal yang paling utama.
“Ilmu itu dari Allah, inilah epistemologi Islam. Saya sedang belajar. Belajar kepada Allah, itulah yang paling utama dengan perintah-Nya iqra’! Belajar yang realitas, belajar yang nomenal dan fenomenal, belajar fisik dan metafisik,” jelasnya.
KH Abdurahman Muhammad menggarisbawahi bahwa Islam memiliki pendekatan yang holistik terhadap ilmu. Belajar tidak hanya mencakup aspek-aspek fisik, tetapi juga metafisik, menggabungkan antara dunia nyata dan spiritual. Ini sesuai dengan ajaran Islam yang menganggap ilmu sebagai salah satu aspek penting dalam membentuk karakter seorang Muslim.
Ia menyebutkan bahwa perintah pertama dalam Al-Qur’an adalah “Iqra’!” yang berarti membaca, tetapi tidak hanya terbatas pada membaca dalam arti harfiah, melainkan juga membaca tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta.
Selain menekankan pentingnya ilmu dan shalat, KH Abdurahman Muhammad juga menyinggung tentang pentingnya ukhuwah (persaudaraan) di antara umat Islam. “Kekuatan kita yang paling riil adalah ukhuwah,” ungkapnya dengan tegas. Ukhuwah menjadi pondasi yang kokoh bagi umat Islam untuk saling mendukung, bekerja sama, dan mencapai tujuan bersama.
Di akhir taushiahnya, KH Abdurahman Muhammad menegaskan tiga prinsip yang menjadi landasan dalam kehidupannya saat ini, yaitu munajat, ilmu, dan jihad. Ketiga prinsip ini mencerminkan keseimbangan antara spiritualitas, intelektualitas, dan perjuangan yang harus dimiliki oleh setiap Muslim.
KH Abdurahman Muhammad juga menyampaikan agenda yang akan menggelar Maulid Akbar di Parepare serta mengajak lantunkan shalawat kepada junjungan Rasululah Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam yang menggema di lapangan yang dipadati 700-an hadirin tersebut. (ybh/hidayatullah.or.id)