BURU (Hidayatullah.or.id) — Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Ust. Abdul Ghofar Hadi, MH.I, menutup acara Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) DPW Provinsi Maluku yang digelar di Kampus Pondok Pesantren Hidayatullah Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, Ahad, 7 Rajab 1444 (29/1/2023).
Sebelumnya Rakerwil dibuka oleh Asisten 1 Kabupaten Buru pada hari sebelumnya. Penutupan setelah tuntaskan semua pemaparan program departemen, sekretaris, bendahara, dan pembahasan APBO.
Selanjutnya, ada komitmen setiap DPD dan kampus Madya dan Pratama serta lelang kontribusi Silatnas dan pembangunan masjid ar Riyadh di Kampus Induk Hidayatullah Gunung Tembak, dan komitmen kesiapan waktu rencana tanggal dan tempat Rakerda usai Rakerwil ini.
Peserta Rakerwil semangat dan antusias memberi masukan program dari setiap departemen. Satu persatu peserta bergantian memberikan pertanyaan untuk kejelasan dari program yang dianggap kurang bisa dipahami.
Wasekjen Abdul Ghofar Hadi menyampaikan pesan-pesannya dalam penutupan Rakerwil DPW Maluku. Dia mengatakan, Hidayatullah Maluku terus menunjukkan progresfitasnya meski masih berstatus perintisan.
Ghofar menyebutkan, semua kawasan dakwah, DPW, DPD, Kampus, sekolah Hidayatullah yang hari ini berkembang dan maju, semua dimulai dari titik yang sama yaitu merintis. Ia mencontohkan diantaranya Jawa Timur, Yogyakarta, Malang, dan daerah lainnya di luar Jawa.
“Tidak ada yang langsung berkembang dan maju, tapi merintis dengan berbagai dinamikanya sebagaimana yang dialami oleh DPW Hidayatullah Maluku hari ini yang masih berstatus perintisan,” kata Ghofar.
Kandidat doktor pendidikan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau ini mengatakan setiap perintisan hal yang awalnya nihil bisa mewujud karena ada proses perjuangan yang dilingkupi kesabaran dan ketabahan.
“Mereka semua pernah mengalami namanya kurang uang, kurang orang, belum dikenal, belum ada lokasi, sedikit murid, kesulitan gaji, dan pemenuhan kebutuhan makan setiap harinya. Itu semua pernah di alami pada masa-masa perintisan,” katanya.
Ia lantas berseloroh dengan memotivasi bahwa masa masa perintisan ini akan semakin penuh gairah dengan adanya inisiatif kebangkitan untuk terus berkembang meluaskan dakwah dan khidmat keumatan.
“Kebangkitan ini semua kembali kepada teman-teman sendiri sebagai pelaku, kader, anggota, dan pengurus di Hidayatullah Maluku,” katanya.
Beliau menyebutkan, jika mau bangkit maka ada 4 hal kunci yang harus diberikan penguatan, sebagaimana pesan dari Ketua Umum DPP Hidayatullah KH. Dr. Nashirul Haq, MA, dan harus benar-benar serius dilaksanakan secara konsisten dan kompak.
Kunci pertama adalah quwwah ruhiyah. Artinya, terang dia, senantiasa melakukan penguatan ruhiyah atau spritual dengan menegakkan Gerakan Nawafil Hidayatullah (GNH) seperti shalat lail, shalat berjamaah, shalat sunnah rawatib, infak, membaca al Qur’an, dakwah fardiyah, dan puasa sunnah.
“Jika gerakan spritual ini bisa dilakukan dengan baik, maka akan ada kekuatan luar biasa berupa inspirasi, motivasi dan percaya diri untuk mengembangkan dakwah, tarbiyah dan ekonomi di Maluku,” katanya.
Kemudian, kunci kedua, adalah quwwah aqliyah. Yakni kekuatan akal atau berpikir dengan banyak membaca, belajar, berlatih tentang amanah yang diberikan. Dia mengatakan, manhaj Hidayatullah yang dimulai dari Al Qur’an surah Al ‘Alaq memberikan pesan bahwa membaca adalah perintah yang spektakuler.
“Semua kemajuan bangsa dan peradaban di dunia ini dimulai dari budaya membaca. Terutama mengkaji kitab al Qur’an, hadist, dan ilmu-ilmu pengetahuan untuk kemajuan,” kata penulis buku bertema islamic relationship untuk keluarga ini.
Kunci ketiga, adalah quwwah maddiyah. Artinya, terang dia, adalah kekuatan ekonomi atau materi dengan kerja keras banting tulang untuk bisa berusaha membangun ekonomi umat, organisasi, dan pribadi. Orang beriman dituntun oleh agama ini agar mampu berdikari dan kaya karena banyak perintah Allah yang terkait dengan harta.
“Contoh perintah untuk bisa infak, shadaqah, zakat, hadiah dan wakaf, itu semua menuntut orang beriman agar kaya. Kemudian untuk kaya harus kerja keras,” terangnya.
Ghofar menjelaskan jika orang beriman miskin maka selamanya hanya menjadi mustahiq atau orang yang menerima zakat dan tidak pernah bisa menjadi muzaki atau orang yang berzakat. Oleh sebab itu, dalam hal ini, lanjut AGH, tidak perlu takut dan malu atau segan untuk bisnis jika memiliki kemampuan dan modal yang memadai.
Lalu kunci kebangkitan keempat adalah quwwah idariyah. Yaitu, kemampuan manajemen dan kepemimpinan. Orang beriman harus menjadi khalifah dan mengasahnya dengan banyak belajar tentang manajemen dan leadership.
Dalam pada itu, untuk menjalankan organisasi Islam ini harus profesional yang tidak apa adanya, hanya sekedarnya, atau tidak serius. “Menjalankan dakwah dan tarbiyah juga harus profesional untuk bisa menampilkan Islam itu indah dan berhasil,” katanya.
Dengan empat kekuatan tersebut, jika dijalankan secara konsiten dan terukur, kata Ghofar, maka kebangkitan Hidayatullah Maluku tinggal menunggu waktu.
“Namun, jika kekuatan itu hanya sehari dua hari saja, sepekan dua pekan saja, maka masih jauh kebangkitan. Apalagi jika masih belum bisa merajut ukhwah dengan baik dan membangun kesepemahaman antar kader,” kata lulusan Pondok Pesantren Hidayatut Thullab (Pondok Tengah), Durenan, Kamulan, Trenggalek, yang merupakan salah satu pesantren tertua di Indonesia.
Ghofar berharap semoga momentum Rakerwil Hidayatullah Maluku tahun 2023 ini menjadi era kebangkitan dengan membangun kesadaran bersama tentang pentingnya bangkit dari perintisan, apalagi Maluku memiliki potensi yang luar biasa untuk bisa berkembang dan maju.
Setelah acara penutupan, dilanjut kegiatan peletakan batu pertama pembangunan Asrama Putri Al Hijrah Hidayatullah Savana. Letaknya kurang lebih 17 kilometer dari Namlea, dengan lahas luas areal 1 hektar yang dibeli tahun 2006.
Dalam satu terakhir ini sudah ada santri yang belajar dan berasama di Kampus Hidayatullah Savana. Pada kesempatan tersebut, Ust. Abdul Ghofar Hadi menyarankan agar kampus ini difokuskan pendidikan putri untuk melahirkan sumber daya muslimat yang cerdas dan berintegritas.*/Yacong B. Halike