KUALA LUMPUR (Hidayatullah.or.id) — Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah Asih Subagyo berbagi pengalaman dalam pengelolaan wakaf pada forum bertajuk Bankwaqf Internatioal Dinner ’23 digelar BankWaqf International (BWI) Group di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis malam, 12 Jumadal Akhirah 1444 H (5/1/2023).
Asih yang juga bembina Baitul Wakaf Hidayatullah ini diberi mandat untuk berbagi pengalaman Hidayatullah, sebagai salah satu organisasi Islam di Indonesia dalam mengelola wakaf dalam berbagai model penerapan.
“Wakaf itu merupakan bagian penting dari peradaban Islam,” kata Asih dalam forum diskusi yang digelar di venue Ikhwan Delight Restaurant, Sungai Penchala, Kuala Lumpur itu.
Disamping memaparkan berbagai pegalaman Hidayatullah dalam pengelolaan wakaf, Asih juga menyampaikan bahwa salah satu tantangan umat Islam saat ini dalah minimnya pemahaman dan literasi wakaf di kalangan umat Islam.
Sehingga, menurutnya, perlu terus dilakukan edukasi, agar wakaf menjadi model dalam pengembangan ekonomi ummat.
Selain Asih, forum ini juga menghadirkan pembicara lainnya yaitu Prof. Dr. Ramzan Aliti (STEM Labs – Nort Macedonia), Sultan Salahudeen (Pengusaha India) dan Bambang Kuswijayanto (Deputi Director Bank Waqf International).
Acara yang dihadiri sekitar 50 orang utusan dari berbagai negara ini berlangsung cukup hangat dan menarik dengan antusiasme forum menemukan formulasi guna menguatkan eksistensi wakaf untuk kesejahteraan umat.
Dalam paparannya, Prof. Ramzan Aliti, menyampaikan bahwa sebagai negara yang dalam sejarahnya merupakan bagian dari kekhalifahan Turki Utsmani, saat ini di Macedonia, penduduk muslimnya sekitar 50% muslim.
Macedonia kata dia sempat dikuasai oleh komunisme, dan sejak berakhirnya rezim komunis tahun 1990-an, maka kini berbenah.
“Dan umat muslim Macedonia berusaha mengelola kembali aset-aset wakaf yang berada di tempat-tempat yang strategis,” kata pembicara asal Macedonia ini.
Disisi lain, Prof Ramdan juga menekankan umat Islam harus menguasai STEM (Science Technology, Engineering and Mathematic), untuk menguasai duia kembali.
Sebagai pembicara ketiga, Sultan Salahudeen, sekaligus kapasitasnya sebagai pengusaha, ia menekankan pentingnya pengusaha menanamkan (embedeed) wakaf dalam aktifitas bisnisnya. Sehingga disetiap bisnis yang dilakukan labanya bisa disisihkan untuk kepentingan wakaf.
Pemilik perusahaan gas dan kimia ini, operasinya di Malaysia, India dan Canada, ini juga menekankan bahwa wakaf ini mesti di prioritaskan untuk empat hal yaitu ketahanan pengan, pendidikan, kesehatan dan perumahan.
Kemudian, Bambang Kuswijayanto sebagai pembicara terakhir, sebagai mantan bankers yang lebih dari 20 tahun bekerja ia menyampaikan bahwa prinsip perbankan itu pasti tidak bisa lepas dari riba, meskipun bisa jadi istilahnya diperhalus. Bank Wakaf Internasional ini, sambung dia, meluruskan pemahaman itu.
“Bahwa sesungguhnya ekonomi Islam dan dengan menggunakan instrument wakaf ini, dapat mensejahterakan umat, tanpa terkait dengan riba,” tegas dia.
Islam sebagai Solusi Krisis Ekonomi
Sebagai Keynote Speaker, Dr. Dato’ Abu Ubaidah selaku Presiden BWI, menjelaskan bahwa ekonomi yang berbasis kapitasisme dan sosialisme sedang menuju kehancuran. Karena mereka berbasis pada interest (bunga/riba) dan pajak.
Sedangkan Islam dengan berbagai instrumen ekonomi yang dimilikinya, tegas Abu Ubaidah, sudah saatnya menjadi solusi itu.
“Wakaf sebagai salah satu instrumen keuangan Islam, mesti dipahamkan secara benar kepada umat, sehingga kedepan Islam menjadi kekuatan yang eksis di dunia,” kata Abu Ubaidah yang juga seorang pengusaha ini.
Abu Ubaidah yang juga sebagai pengusaha dengan perusahaannya yang tersebar di berbagai negara itu, mengaku juga menerapkan prisnsip setiap bisnisnya 10% dari keuntungannya diwakafkan yang dikelola secara profesioanal.
Oleh karenannya, ia juga menekankan pentingnya profesionalisme nadzir, untuk mengelola wakaf hingga berkembang dan membesar. Dan, dari pengalaman dan alasan itulah, Abu Ubaidah mendirikan Bank Wakaf Internasional.
Acara ini dihadiri juga oleh akademisi dari Malaysia seperti Prof. Betania Kartika, MA (International Institute for Halal Research and Training (INHART) – IIUM, Prof. Dr. Awal Adam Saad (Islamic Finance – IIUM), Prof. Dr. Ir. Sholehudin Shuib (UiTM), Dr. Mazlan, Rasfiudin PhD (cand) (STIE Hidayatullah Depiok) dan sejumlah tokoh lainnya.
Selain itu juga dihadiri oleh pengusaha, aktivis Islam di Malaysia. Di bagian penutup, Prof Awal Saad yang asli Nigeria itu, menyampaikan kajian ringkas tentang Wakaf.*/Yacong B. Halike