Hidayatullah.or.id — Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam Hidayatullah akan menggelar acara Musyawarah Nasional (Munas) Ke-IV di Pondok Pesantren (Ponpes) Hidayatullah, Balikpapan, Kalimantan Timur. Acara Munas insyaAllah akan digelar mulai tanggal 7 sampai 11 November 2015.
Munas itu merupakan rutinitas kelembagaan sama dengan Ormas lainnya, seperti menyusun program AD/ART atau memilih kepemimpinan baru. Namun, siapapun pemimpin yang akan terpilih dalam Munas, diharapkan mempunyai visi mengenai konsolidasi pemikiran.
Demikian disampaikan Cendekiawan Muda Muslim Indonesia, Dr. Adian Husaini kepada hidayatulllah.com, usai diskusi dan bedah buku “LGBT Di Indonesia, Pengaruh dan Solusinya, di Kantor INSIST, Jakarta Selatan, belum lama ini.
Menurut Adian, Hidayatullah selama ini telah menunjukkan dirinya sebagai pelopor dalam perjuangan Islam di Indonesia yang spektakuler. Dalam waktu singkat, Hidayatullah ternyata mampu menunjukkan dirinya menjadi ormas Islam yang professional dan militan dalam dakwah sehingga cepat mengalami perkembangan.
Adian menegaskan bahwa sebagai organisasi yang cepat berkembang, Hidayatullah sekarang ini sedang memasuki tahapan baru, mendapatkan tantangan yang cukup berat dan kompleks, terutama berkaitan dengan konsolidasi pemikiran.
“Itu bukan hanya Hidayatullah, tetapi setiap orgaisasi yang berkembang menjadi sebuah organisasi besar maka yang paling berat adalah melakukan konsolodasi pemikiran,” kata Adian Husaini kepada wartawan Hidayatullah.com, Ibnu Sumari.
Jadi, menurut Adian, pada taraf-taraf seperti ini Hidayatullah harus mulai serius untuk menggarap bidang konsolidasi pemikiran dengan membentuk kepemimpinan ilmu, bukan hanya kepemimpinan struktural. Langkah konkritnya adalah Hidayatullah harus mampu melahirkan ulama-ulama yang minimal berlevel nasional.
Adian menambahkan ormas Islam akan selamat ke depan kalau berhasil melakukan konsolidasi dan peningkatan kualitas pemikiran terutama berhasil melahirkan pemimpin-pemimpin berkualifikasi ulama warasatul anbiya. Bukan hanya aktifis organisasi tetapi juga punya kualitas keilmuan yang tinggi, akhlaq yang mulai, jiwa yang teguh dan layak untuk mewarisi estafet kepemimpinan kenabian.
“Jangan terjebak kepada aktifisme dan rutinisme terus menerus. Harus ada segolongan intelektual di Hidayatullah yang memang difokuskan untuk naik tingkat ke derajat keulamaan yang tinggi. Itu ada caranya tersendiri,” jelas Adian.
Karena itu, Adian berharap Hidayatullah di masa mendatang bisa berhasil melakukan konsolidasi pemikiran tersebut. Sebab, kalau tidak melakukan konsolidasi pemikiran, dan mendatang Hidayatullah berkembang semakin besar dan besar, maka konsolidasi akan sulit dilakukan. Apalagi jika sudah muncul bermacam-macam pemikiran yang bisa menyebabkan kekroposan.
“Nah, mumpung Hidayatullah ini masih solid, ruhnya masih terjaga, masih ada kesempatan besar bagi Hidayatulah untuk mengawal perkembangan Islam yang sekarang sedang berlangsung,” pungkas Adian.*